Industri Pariwisata Sulbar Makin Surut, Hunian Kamar Hotel di Sulbar Terendah se-Sulawesi

oleh -634 Dilihat
Grand Maleo Hotel and Convention Mamuju

Mamuju, Mesakada.com — Industri pariwisata di Sulbar kembali menunjukkan bahwa sektor ini belum bisa diandalkan sebagai motor penggerak ekonomi daerah.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Sulbar anjlok ke posisi paling buncit dibanding seluruh provinsi di Pulau Sulawesi.

Per Februari 2025, TPK hotel berbintang di Sulbar tercatat hanya 20,86 persen—jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 45,82 persen. Angka ini juga turun dibanding Januari 2025 yang sebesar 22,90 persen.

Sulawesi Tengah 49,60 persen, Sulawesi Selatan 45,33 persen, Sulawesi Utara 36,68 persen, Gorontalo 33,02 persen, Sulawesi Tenggara 30,85 persen dan Sulbar 20,86 persen.

“Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi, Sulbar memiliki TPK hotel bintang terendah pada Februari 2025. Sementara itu, TPK tertinggi dicatatkan oleh Sulawesi Tengah dengan angka 49,60 persen,” Plt Kepala BPS Sulbar, M. La’bi, dalam rilisnya.

Turunnya tingkat hunian ini menambah bukti bahwa Sulbar belum menjadi destinasi wisata yang diminati. Bahkan, keberadaan hotel berbintang belum cukup menarik kunjungan wisatawan maupun tamu bisnis. Untuk tamu domestik, rata-rata lama menginap hanya 1,14 hari, dan mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya.

“Untuk tamu domestik, rata-rata lama menginap di hotel bintang tercatat 1,14 hari, turun tipis 0,09 hari dibandingkan Januari 2025. Jika dibandingkan Februari 2024, penurunannya mencapai 0,27 hari,” tambah La’bi.

Sementara itu, hotel non-bintang justru mencatatkan tren sedikit membaik. TPK-nya naik menjadi 16,27 persen pada Februari 2025 dari sebelumnya 15,79 persen. Namun, tidak ada tamu asing tercatat di kategori ini.

Merosotnya kinerja industri perhotelan di Sulbar sudah diperkirakan sebelumnya, utamanya akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang berdampak pada jumlah perjalanan dinas dan kegiatan resmi.

Namun secara lebih luas, data ini menunjukkan bahwa pariwisata masih belum mampu menopang perekonomian Sulbar sebagaimana di provinsi-provinsi tetangga.

Dengan angka-angka yang terus menurun, sektor pariwisata Sulbar membutuhkan terobosan serius agar tidak terus tertinggal dalam persaingan destinasi di kawasan timur Indonesia.

General Manager Grand Maleo Hotel and Convention Mamuju, Arif Budi, membenarkan bahwa okupansi hotelnya terus merosot sejak akhir hingga awal tahun ini.

Penurunan ini, kata dia, disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah yang berdampak langsung pada berkurangnya kegiatan instansi pemerintahan di hotel, termasuk penyewaan kamar.

“Kita lihat ini dampak dari kebijakan pemerintah. Tidak ada perjalanan dinas, tidak ada kegiatan pemerintahan. Ditambah libur panjang dan cuti Lebaran Ramadan. Semua itu sangat memengaruhi okupansi hotel,” jelas Arif.

Menurutnya, kondisi ini makin terasa berat karena Sulbar bukanlah daerah tujuan wisata. Berbeda dengan kota-kota besar atau destinasi populer lainnya, perputaran bisnis perhotelan di Sulbar sangat bergantung pada agenda pemerintah.

“Harus dipahami, Sulbar ini bukan daerah pariwisata. Di sini segmen pasar utama hotel ya dari pemerintah,” tegas Arif.

Ia mengakui, penurunan okupansi awal tahun memang kerap terjadi, namun tahun ini merupakan yang terburuk. Biasanya masih ada beberapa tamu yang datang, namun kali ini hampir tidak ada sama sekali.

“Awal tahun biasanya menurun, tapi tidak separah ini. Sekarang benar-benar sepi,” katanya.

Untuk bertahan, manajemen hotel terpaksa melakukan penghematan operasional, termasuk pengurangan jumlah karyawan dan pemangkasan jam kerja.

“Tahap pertama kita sudah kurangi karyawan sebelum puasa. Jam kerja pun kita sesuaikan. Ini langkah terpaksa,” ujarnya.

Arif berharap, efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah tetap memperhatikan dampak ekonomi di daerah. Terutama di wilayah seperti Sulbar yang tidak memiliki dukungan sektor pariwisata yang kuat.

“Efisiensi boleh, tapi jangan sampai menghilangkan semua kegiatan. Kalau semua kegiatan pemerintah ditiadakan, industri perhotelan di Sulbar bisa lumpuh total,” pungkasnya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.