Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional: Mengungkap Luka di Balik Pembangunan

oleh -208 Dilihat

Jakarta, Mesakada.com — Hasil Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak melulu memperlihatkan kemegahan pembangunan. Ada banyak tangis, pekerjaan yang hilang, dan keadilan bagi warga yang diabaikan.

Potret kelam ini terangkum dalam buku Kumpulan Karya Jurnalistik: Tangis dari Tepi Proyek Strategis Nasional, yang resmi diluncurkan pada Rabu, 28 Mei 2025 di Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.

Buku ini merupakan hasil liputan investigasi mendalam oleh 14 jurnalis dari Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara. Dikerjakan secara kolaboratif oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, WALHI, LBH, dan Tempo Witness, buku ini menyatukan upaya advokasi dan jurnalisme kritis untuk menyingkap sisi gelap dari proyek-proyek yang selama ini dibanggakan sebagai PSN.

“Ini bukan hanya kumpulan laporan. Ini adalah pengingat bahwa pembangunan sejati berbicara tentang keadilan, bukan sekadar angka dan infrastruktur,” tegas moderator diskusi, Musdalifah dari AJI Indonesia.

Dalam peluncuran buku, hadir sebagai penanggap antara lain Yosep Suprayogi dari Tempo Witness, Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), serta Diky Anandya dari Auriga Nusantara.

Salah satu temuan mencengangkan datang dari Maluku Utara. Lahan milik warga diambil paksa untuk kepentingan tambang. Padahal tanah tersebut menjadi sumber penghidupan utama masyarakat selama puluhan tahun. Proses pengambilalihan difasilitasi oleh pemerintah daerah lewat penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati dengan nilai jual rendah.

“Warga yang menolak menjual tanahnya justru diancam kriminalisasi. Perusahaan bahkan tak pernah menunjukkan bukti sah kepemilikan lahan,” ungkap salah satu jurnalis dalam laporan tersebut.

Di Kalimantan Timur, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang menjadi sorotan nasional ternyata menggunakan modus serupa. Warga adat yang telah mendiami tanah secara turun-temurun dituduh menyerobot wilayah konsesi perusahaan.

“Rakyat dikriminalisasi dengan tuduhan menyerobot tanah,” ujar narasumber dalam laporan investigasi, menyebut pula adanya dugaan keterkaitan perusahaan pemegang konsesi dengan keluarga Presiden Prabowo Subianto.

Di Jawa Barat, isu yang diangkat terkait industri energi terbarukan, khususnya panas bumi. Bayu, salah satu jurnalis, mengungkapkan adanya selisih ratusan miliar rupiah dalam Dana Bagi Hasil (DBH) antara catatan perusahaan dan data pemerintah daerah.

“Indikasi korupsi, tapi hanya direspons sebagai kesalahan pencatatan,” ucap Bayu tajam.

Menurut Diky Anandya dari Auriga Nusantara, sejak 2017 terjadi peningkatan signifikan ancaman terhadap pembela lingkungan yang memperjuangkan hak atas tanah. Mereka kerap distigma sebagai “penghambat pembangunan.”

Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sepanjang 2020–2023, setidaknya terjadi 115 konflik agraria akibat PSN. “PSN melanggengkan kekerasan dan mengabaikan kepastian hukum serta pemberantasan korupsi,” ujar Diky.

Erasmus Cahyadi dari AMAN menyoroti pelanggaran terhadap hak masyarakat adat dan lokal. “PSN menghilangkan sumber pangan dan pekerjaan masyarakat. Ini bertentangan dengan Konvensi ILO No.111 dan UU No. 39 tentang HAM,” katanya.

Ia menekankan diskriminasi penegakan hukum, di mana perusahaan yang melanggar dibiarkan, sedangkan warga cepat ditindak aparat.

Yosep Suprayogi dari Tempo Witness mengapresiasi buku ini namun menggarisbawahi pentingnya pendalaman data.

“Investigasi ini harusnya juga menelusuri bentuk konkret dari dana DBH, apakah betul digunakan untuk kepentingan publik?” tanyanya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.